Kalisa Dara Puspa (2015.82.0054)
BSD semester 4
A.
Hakikat Kurikulum
Istilah “kurikulum”memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini.
Tafsiran-tafsiran tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan
titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh
seseorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu
pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa
siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat
lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu. Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan berikut ini
(Hamalik, 2008:16-17).
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata
ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan. Mata ajaran (subject matter)
dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau,
yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat pengalaman dan
penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun
secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat
diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran
yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan
yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka
semakin banyak pula mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan harus
dipelajari oleh siswa disekolah (Hamalik, 2008:16-17).
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa yunani yang mula-mula
digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currure yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari
tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start sampai dengan finish. Jarak dari start sampai dengan finish disebut
currure. Atas dasar tersebut pengertian kurikulium
diterapkan dalam bidang pendidikan.
Banyak ahli pendidikan dan ahli kurikulum yang membatasi pengertian
kurikulum beberapa definisi tersebut dirumuskan dengan berbeda meskipun pada
initinya terkandung maksud yang sama. Sebagai gambaran ada beberapa pengertian
kurukulum yang dikembangkan oleh bebrapa orang ahli. Hilda, Taba dalam bukunya,
Curriculum Development, Theory and
Practice (1962), mendefinisikan kurikulum sebagai a plan for learning. J.F
Kerr (1966) mendefinisikan kurikulum sebagai :
“ All the learning which is planned
or guided by the school, whether it is carried on in groups or individually,
inside of or outside the school”.
Definisi yang lebih kompleks tentang kurikulum dikemukakan oleh Rene Ochs
(1964) yang dikutipoleh Ariech Lewy (1970) sebagai berikut:
This term
often to design aqually a programme for a given subject matter for the entire
cycle or even the whole range of cycles. Further, the term curriculum is
somestimes used in a wider sense to cover the various educational activities
through which the content is conveyed as well as materials used and methods
employed.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan
aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta
didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah. Atas dasar
tersebut secara oprasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut.
1.
Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah
yang dilaksanakan dari tahun ke tahun;
2.
Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan guru dalam melaksanakan
pengajaran untuk siswa-siswanya;
3.
Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di
sekolah;
4.
Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara
penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan; dan
5.
Suatu program bpendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Definisi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
kurikulum sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah serta
kurikulum sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan secara nyata di
kelas.
Ada pakar kurikulum yang mengutarakan bahwa “kurikulum mencakupi maksud,
tujuan, isi, proses, sumber daya, dan sarana-sarana evaluasi bagi semua
pengalaman belajar yang direncanakan bagi para pembelajar baik di dalam maupun
di luar sekolah dan masyarakat melaluipengajaran kelas dan program-program
terkait”, dan selanjutnya membatasi “silabus sebagai suatu pernyataan mengenai
rencana bagi setiap bagian kurikulum menesampingkan unsure evaluasi kurikulum
itu sendiri;… silabus hendaknya dipandang dalam konteks proses pengembangan
kurikulum yang sedang berlangsung” (Robertson 1971: 584; Shaw 1977 dalam
Tarigan, 1993:5).
Selain itu, masih terdapat bermacam-macam pengertian diberikan kepada
istilah kurikulum. Ada pengertian yang sangat luas dan sebaliknya terdpat
pengertian yang sempit. Perkataan kurikulum bukan perkataan Indonesia asli,
tetapi berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Yunani. Di dalam kamus Webster
dalam Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik (1995:97) terdapat beberapa
arti dari kurikulum, di antaranya yaitu sebagai berikut.
1.
Tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh
pelari kereta lomba.
2.
Pelajaram-pelajaran tertentu yang diberikan di sekolah atau perguruan tinggi
yang ditujukan untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
3.
Keseluruhan pelajaran yang diberikan dalam suatu lembaga pendidikan.
Lazimnya, kurikulum dipandang
sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di
bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan berserta
staf pengajarnya (Nasution, 2006:5). Pengertian kurikulum yang lebih luas
kemudian diberikan oleh para pendidikan yaitu “segala usaha sekolah untuk
memengaruhi anak belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luarnya”
atau “segala kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang memengaruhi anak
dalam pendidikannya” (Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:97).
Pendapat ini timbul karena para pendidik kini beranggapan, dengan
memperhatikan pengaruh hidden curriculum sangat
membutuhkan pemikiran-pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas
dan mungkin biaya yang lebih besar daripada merencanakan kurikulum yang
bersifat tertulis. Yang termasuk hidden
curriculum, misalnya dengan tersedianya ruang perpustakaan yang nyaman dan
buku-buku yang lengkap akan dengan sendirinya meningkatkan gairah membaca
murid-murid.
Karakteristik lain dari kurikulum terutama stated curriculum yaitu sebagai berikut.
a.
Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju ke kesempurnaan, sesuai
dengan kubutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b.
Kurikulum adalah deskripsi atau uraian tentang rencana atau program yang akan
dilaksanakan.
c.
Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang studi (areas of learning).
d.
Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau disusun bagi suatu
kelompok yang besar.
e.
Kurikulum selalu berhubungan dengan atau merupakan program dari suatu lembaga
pendidikan (educational centre).
(Team Pembina Mata Kuliah
Didaktik Metodik, 1995:100).
B. KONSEP KURIKULUM
Suharsimi (2005, 23) menyatakan
teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna
terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan
antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan
dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu
mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
- Pengertian konsep kurikulum
Yaitu suatu konsep yang berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktek dalam pendidikan. Konsep
kurilukum dapat juga berarti suatu konsep konsep yang bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang dianut.
Menurut Sutrisno (2001, 12)
disebutkan ada tiga konsep kurikulum, yaitu : (a) kurikulum sebagai
substansi, (b) kurikulum sebagai sistem, dan (c) kurikulum sebagai bidang
studi.
Konsep pertama, adalah kurikulum
sebagai suatu sistem/tujuan. Yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari
sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun
suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari
suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi
dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
Mauritz Johnson membedakan antara
kurikulum dengan pengajaran. Yang membedakan antara keduanya yaitu pengajaran
merupakan interaksi siswa dengan lingkungan sekitar, sedangkan kurikulum adalah
rentetan hasil belajar yang diharapkan atau sebagai tujuan.
Konsep kedua, kurikulum sebagai
rancangan/rencana. Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana
kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat
tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu
dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi.
Suatu kurikulum juga dapat digambarkan
sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun
kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu
kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten,
propinsi, ataupun seluruh negara
Menurut Mac Donal, sistem persekolahan terbentuk atas
4 subsistem yaitu
- Mengajar merupakan kegiatan profesional guru.
- Belajar merupakan suatu upaya siswa sebagai respon dalam sistem persekolahan.
- Pengajaran merupakan interakasi belajar mengajar.
- Kurikulum merupakan rencana sebagai pedoman.
Teori yang lainnya juga dikemukakan oleh Beauchamp.
Menurut Beauchamp, kurikulum dibedakan menjadi dua yaitu
- Kurikulum bertindak sebagai rencana tertulis
- Kurikulum fungsional.
Sedang menurut Taba, perbedaan
kurikulum dengan pengajaran terletak pada keluasan cakupan.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai
suatu bidang studi. Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan penerapan dari
teori-teori kurikulum dan pengembangan para bidang ahli kurikulum/pendidikan
dan pengajaran. Menurut Zais, kurikulum sebagai bidang studi mencakup
batasan/jarak/cakupan subject matter dan prosedur pengembangan dan praktek.
Teori yang lain dikemukakan oleh
Beauchamp. Menurut Beauchamp, teori kurikulum adalah sekumpulan pernyataan yang
berhubungan yang memberi arti terhadap kurikulum sekolah dengan titik beratnya
pada hubungan antar elemen, perkembangan, penggunaan, dan evaluasi.
Tujuan kurikulum sebagai bidang
studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka
yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang
kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan
percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat
bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para
ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
1. Mengembangkan definisi-definisi
deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
2. Mengadakan klasifikasi tentang
pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
3. Melakukan penelitian inferensial dan
prediktif,
4. Mengembangkan subsubteori
kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi
kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut
baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat
bertahan dan dikembangkan.
- Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak
dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah
dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara
definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering
dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik
kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau
pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia
jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum
itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda
pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan
berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan
sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan.
Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan
tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang
harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut
itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang
analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters
lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum,
teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan
teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka
dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L.
Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada
asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang
dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan
tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan
lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang
dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap
dalam bentuk yang sistematis.
Cakupan bidang studi :
- Konsep kurikulum
- Penentuan
- Penggunaan
- Pengembangan
- Disain
- Evaluasi
Kurikulum sebagai rencana :
- Tujuan
- Bahan
- Kegiatan
- Alat
- Waktu
Sistem kurikulum :
- Penentuan kebijakan
- Susunan personalia
- Prosedur pengembangan
- Penerapan
- Evaluasi dan penyempurnaan
Fungsi :
- Menghasilkan kurikulum sebagai dokumen tertulis
- Menjaga kurikulum tetap dinamis
Menurut Zais (1993:3), kurikulum
mengindikasikan suatu rencana untuk mendidik siswa yang artinya kurikulum
merupakan bagian dari ruang lingkup kajian kurikulum dan berisikan
komponen-komponen kurikulum. Kurikulum juga suatu identifikasi ruang lingkup
kajian yang meliputi dari
- Merupakan substansi/subject matter dalam bidang kurikulum.
- Berbagai proses yang terdapat dalam kurikulum seperti pengembangan kurikulum dan perubahan kurikulum.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh
pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child
centered). Teori kurikulum berubah dari yang menekankan pada organisasi
isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters)
kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian
pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa.
pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman.
Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum
selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua
divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat
(Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang
berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell
mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif.
Dalam pengembangan kurikulumnya,
Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan
kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam
merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan
kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Menurut Zais (1976:7-11), kurikulum diartikan beberapa
macam antara lain :
- Curriculum As Program Of Studies
- Curriculum As Course Content
- Curriculum As Planned Learning Experience
- Curriculum As Experiences Had Under The Auspices Of The School
- Curriculum As A Structured Series Of Intended Learning Outcomes
- Curriculum As A Written Plan For Action
Pada tahun 1947 di Univeristas
Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai
hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
1. Mengidentifikasi masalah-masalah
penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang
mendasarinya,
2. Menentukan hubungan antara
masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
3. Mencari atau meramalkan
pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah
tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok
yang menjadi inti kajian kurikulum:
- Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
- pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
- Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
- Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang
kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum
berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas
kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan
Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas
pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara
konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain.
Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan
istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi
pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep,
generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan
dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith
menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat
ilmiah.Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori
kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan,
(2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat
teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu
kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar.
Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn.
Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu
persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan
model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan
lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964)
menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan
komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan
dari Broudy dan kawan-kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp merangkumkan perkembangan
teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi
adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum,
isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian,
dan pengembangan teori.
Menurut Hilda Taba (1962) dilema
tentang definisi kurikulum terjadi karena tidak dapat meletakkan posisi antara
dua kutub.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan
analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan
antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan
sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya.
Aspek-aspek yang lain dari kajian kurikulum yaitu
Landasan kurikulum
Disain kurikulum
Pengembangan kurikulum
Implementasi kurikulum
Rekayasa kurikulum
Perbaikan / perubahan kurikulu
C. Sejarah
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di
Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu
pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan
mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun
1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu
meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu
masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam
kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan
kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda
ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru
dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar
pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang
diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi
Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah
setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika
itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno,
muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun
1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum
pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964.
Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program
pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan
jasmani.
3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun
1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004),
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan
jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan
dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan
dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan,
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat
politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968
sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,”
katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang
tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti
kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan,
agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah
pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang
terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya
Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang
Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA
bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan
antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata
Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses
belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu
berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada
1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada
menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan
kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan
sistem catur wulan.
b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan
materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c. Kurikulum 1994 bersifat populis,
yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh
Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
e. Dalam pengajaran suatu mata
pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan
perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian
antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang
menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
f. Pengajaran dari hal yang konkrit ke
ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang
sederhana ke hal yang kompleks.
g. Pengulangan-pengulangan materi yang
dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum
1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan
kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai
berikut :
a. Beban belajar siswa terlalu berat
karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata
pelajaran.
b. Materi pelajaran dianggap terlalu
sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan
kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat
berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat
kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu:
- Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
- Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
- Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di
pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan
jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah
mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang
dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan
inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon
terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25
tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang
dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus
dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber
daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002)
adalah sebagai berikut:
·
Menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
·
Berorientasi
pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
·
Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·
Sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
·
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti
dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa
soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di
sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa
telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai
perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi,
(2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan
untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan
(baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada
mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi,
esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),
yaitu:
Menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar
dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa
sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan
mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga
pengembangan silabusnya.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan.
Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah
kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK.
Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan
otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas
itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru.
Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan
menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru.
Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping
kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber
manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya
kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh
kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang
dimillki oleh sekolah
DAFTAR PUSTAKA
http://ekarahmabersamawardah.blogspot.co.id/2013/09/hakikat-kurikulum-konsep-dasar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar